Minggu, 11 Maret 2012

tematik


LANDASAN
DAN
KURIKULUM PEMBELAJARAN TEMATIK
Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliyah
“ Pembelajaran Tematik MI “



Disusun oleh :
Erni Muzayanah (210609036)

Dosen pengampu :
Kurnia Hidayati, MP.di

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PONOROGO


BAB I
PENDAHULUAN
            Pembelajaran tematik atau terpadu merupakan pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain.
            Pada makalah ini akan dibahas landasan landasan yang mendasari adanya pembelajaran tematik, yaitu landasan filosofis dan landasan psikologis.

           
           















BAB II
PEMBAHASAN
LANDASAN PEMBELAJARAN TEMATIK
II.                Landasan Filosofis
                    Pelaksanaan pembelajaran tematik merupakan implementasi dari kurikulum yang berlaku. Pada saat mempertimbangkan pelaksanaan pembelajaran ini didasari pada landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan yuridis. [1] Landasan filosofis dari implementasi pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme.
a.       Aliran Progrevisme
                          Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman peserta didik.
                          Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak didik (child-centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-centered). Ia menyatakan bahwa tujuan keseluruhan pendidikan adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan pengembangan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak.[2]
                   
b.      Aliran Kontruktivisme
                           Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung peserta didik(direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada peserta didik, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing peserta didik. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan peserta didik yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya.
              Aliran ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan kognitif, Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan interaksi kontinyu antara individu satu dengan lingkungannya. Artinya, pengatahuan merupakan suatu proses, bukan suatu barang. Menurut Piaget, mengerti adalah proses adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk pengertian baru.
Piaget juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu asimilasi, akomodasi, ekuilibrasi. Asimilasi adalah perpaduan data baru dengan struktur kognitif yang dimiliki.Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru, dan Ekuilibrasi adalah penyesuain kembali yang secara terus menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi (Suwardi).
Kesimpulannya, aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi kognitif dalam dari seseorang, melalui pemgalaman yamg diterima lewat panca indera, yaitu indra penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman dan perasa.
Dengan demikian, aliran ini menolak adanya transfer pengetahuan yang dilakukan dengan seseorang kepada orang lain, dengan ocial pengetahuan bukan barang yang oci dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk mentransfer ilmu, perbuatan itu akan sia-sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan berbeda jika pembalajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman. [3]

\
c.       Aliran Humanisme
              Aliran humanisme melihat peserta didik dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.
              Pada dasarnya, sejak manusia dilahirkan potensi untuk belajar itu sudah ada. Dan jika merujuk pada teori perkembangan kognitif yang dikembangkan oleh Jean Piaget, bahwa perkeambangan kognitif manusia dalam hal ini belajar sudah muncul sejak kelahirannya.[4]     

II. Landasan Psikologis
Landasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didikdan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada peserta didik agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada peserta didik dan bagaimana pula peserta didik harus mempelajarinya. Melalui pembelajaran tematik diharapkan adanya perubahan perilaku peserta didikmenuju kedewasaan, baik fisik, mental/intelektual, moral maupun sosial.[5]





DAFTAR PUSTAKA
tarmizi.files.wordpress.com/.../landasan-pembelajaran-tematik4.doc

http://ivanilasukma.blogspot.com/2011/04/aliran-filsafat-progresivisme.html

http://dinarpratama.wordpress.com/2010/11/28/pendidikan-dalam-perspektif-aliran-humanisme
Lapis PGMI, Pembelajaran tematik, Landasan dan Kurikulum Pembelajaran Tematik



[1] tarmizi.files.wordpress.com/.../landasan-pembelajaran-tematik4.doc

[2] http://ivanilasukma.blogspot.com/2011/04/aliran-filsafat-progresivisme.html
[4] http://dinarpratama.wordpress.com/2010/11/28/pendidikan-dalam-perspektif-aliran-humanisme
[5] Lapis PGMI, Pembelajaran tematik, Landasan dan Kurikulum Pembelajaran Tematik